Cuma Nampang di Baliho, Masyarakat Tidak Tahu Apa Idenya
Selasa 04-07-2017,02:00 WIB
KUNINGAN - Perang baliho para bakal calon bupati/wakil bupati Kuningan 2018 semakin terasa dengan menjamurnya potret mereka di setiap pusat titik keramaian Kabupaten Kuningan. Akan tetapi, beberapa warga mengaku tidak mengenal para bakal calon pemimpinnya itu.
|
Perempatan jalan di penuhi baliho cabup Kuningan. Foto: Gilang/Rakyat Cirebon |
Walaupun masih jauh dari penetapan calon bupati maupun wakil bupati Kuningan, kepopuleran para bakal calon memang diuji. Apalagi pada saat ini banyak bermunculan wajah baru terpampang dalam poster.
Tidak banyak masyarakat yang tahu para calon pemimpinnya tersebut, walaupun gambarnya bertebaran sudah cukup lama dan hampir setiap harinya dilintasi warga.
Salah satu warga Desa Kedungarum, Kecamatan Kuningan, Jumar (60) mengaku, poster calon bupati/wakil bupati Kuningan yang terpampang rapi di perempatan jalan baru Ancaran-Kedungarum, dirinya tidak mengenal satu calon pun.
“Kalau lewat juga tidak pernah dilihat walaupun rumah dekat perempatan, jadi saya nggak kenal siapa saja bakal calon bupati Kuningan,” ungkapnya ketika diwawancarai Rakyat Cirebon, Senin (03/07).
Saat ditanyakan memilih yang mana diantara banyaknya baliho para bakal calon bupati/wakil bupati Kuningan, dirinya belum bisa menuntukan pilihannya. Sebab selain belum ada sosialisasi dari para bakal calon, juga untuk saat ini dia belum terlalu memikirkan pemilihan kepala daerah tahun 2018.
“Nanti ajalah kalau mau milih, soalnya tidak siapa aja yang mau jadi bupati, kan belum ada sosialisasi juga,” paparnya.
Berbeda dengan Jumar, Irvan Aditya (27) warga perumahan Ancaran, Kuningan, mengaku ada beberapa wajah dalam baliho itu sudah dikenal. Selain poster Bupati Kuningan H Acep Purnama SH MH, Edo Suganda pun sudah dikenalnya.
“Kalau Edo sih tahu anaknya mantan bupati Kuningan, karena ada gambar Pak Aangnya. Tapi kalau melihat langsung sih belum, dan saya juga tidak tahu latar belakangnya dan pekerjaannya apa,” katanya.
Untuk bakal calon lain lanjutnya, tidak pernah tahu dan kenal. Diakuinya juga, setiap melintasi perempatan dirinya jarang memperhatikan satu persatu gambar para bakal calon bupati/wakil bupati itu. “Kalau yang lainnya sih kurang apal yah, mungkin juga belum ada sosialisasi dari mereka juga,” pungkasnya
Sementara itu, akademisi Universitas Kuningan (Uniku) H Uri Syam SH MH, menyayangkan banyaknya sosialisasi bakal calon bupati/wabup melalui baliho dan spanduk tanpa menyampaikan visi misi. Kendati demikian, ia menyambut gembira atas banyaknya figur bakal calon pemimpin Kuningan, terlebih diantaranya ada dari kalangan anak muda.
“Banyak calon ini saya menyambut gembira, bahkan ada yang muda-muda. Tapi ya itu sekadar nampang di baliho, visi misi kurang disampaikan. Saya lihat memang ada salah seorang yang menyampaikan visi-misi, tapi di medsos. Yang lainnya saya belum tahu,” ucap Uri, kemarin (3/7).
Harusnya, lanjut Uri, para bakal calon tersebut menyampaikan kepada masyarakat terkait Kuningan ketika nanti dipimpinnya, mau dijadikan apa kedepan. Walaupun hanya baru sebatas bakal-bakal calon, namun menurutnya pencantuman visi misi sangat perlu untuk dinilai masyarakat sehingga pada pelaksanaan Pilkada 2018 nanti figur-figur yang akan dipilih benar-benar menjadi figur pilihan masyarakat sesuai visi misi yang jauh-jauh hari sudah diketahui.
“Jangan hanya sekadar menyampaikan Kuningan Juara, Kuningan Bisa, Kuningan Maju, Kuningan Hebat, dan lain sebagainya, tapi harus bisa menyampaikan bagaimana caranya membuat Kuningan lebih maju karena itulah yang rakyat ingin tahu,” katanya.
Mantan politisi Golkar ini kembali menyarankan agar seluruh bakal calon bupati/wabup bisa menyampaikan secara ringkas dan padat tentang visi misi yang bersangkutan untuk memecahkan masalah. Sehingga rakyat akan mengetahui secara jelas pula yang mencalonkan bupati/wabup ini mau menjadikan Kuningan seperti apa dan dengan dengan cara bagaimana serta untuk apa.
Banyaknya bakal calon, masih kata Uri, memang sangat bagus karena memperlihatkan ada kepedulian terhadap Kuningan, meskipun dengan basis yang menurutnya agak kurang memadai, baik dari sisi basis elektabilitas maupun popularitasnya, termasuk dari sisi basis akseptabilitas maupun kredibilitasnya.
“Ini masih jadi pertanyaan besar. Kan ada tuh orang lama di luar daerah terus nyalon, ada juga orang baru muncul nyalon. Harusnya kan dikenal orang dulu sosoknya lalu baru menyangkut soal apa yang akan dia kerjakan,” ujarnya.
Lebih jauh Uri mengungkapkan, secara pribadi dirinya tidak mau menyebut prediksi akan ada berapa pasang calon bupati/wabup pada Pilkada Kuningan 2018 nanti, hanya saja ia berpikiran petahana (Acep Purnama, red) masih terbilang kuat. Salah satu penilaiannya, Acep dianggap telah sukses menjadi ketua DPC PDI Perjuangan selama 3 kali, sehingga basis akar massanya masih kuat.
“Basis Pak Acep kelihatannya masih kuat, apalagi kalau didukung oleh strukturnya ditambah komponen masyarakat dan alim ulama mendukung, ya sudah berarti Pak Acep di atas angin, siapa saja yang mau melawan berat menurut saya. Tapi ini hanya bentuk penilaian saja, kan wajar kalau menilai seseorang, tidak berarti saya berat kesana atau kesini,” ungkapnya.
Yang jelas ia menekankan agar sosok calon pemimpin Kuningan kedepan adalah orang yang tahu Kuningan dan harus mampu menjadikan potensi Kuningan menjadi kenyataan, terlebih saat ini muncul Kuningan sebagai Kabupaten Pendidikan, Kuningan sebagai Kabupaten Pariwisata, Agraris dan sebagainya.
“Makanya calon pemimpin Kuningan itu harus bisa membaca potensi Kuningan seperti apa, menjadikan potensinya dengan cara seperti apa, ini kan pada akhirnya berbicara visi misi,” harapnya lagi.
Saran terakhirnya, Bupati dan Wakil Bupati kedepan harus benar-benar bisa menunjukkan kekompakan sebagaimana diamanatkan undang-undang, sehingga visi misi untuk membangun daerah bisa benar-benar terwujud dengan baik. Bupati menurutnya, harus bisa benar-benar menjadi bupati yang sebenarnya, sehingga bisa menjaga lembaga kebupatian bersama dengan wakil bupati sebagai pasangannya itu.
“Bercermin dari pengalaman, mereka yang pada posisi jadi Bupati harus bisa jadi Bupati. Jangan ada istilah teu bisaeun si eta mah jadi bupati (Si itu mah gak bisa jadi Bupati, red). Yang jadi bupati dan wakil bupati harus menjaga kekompakan, harus bisa memperlihatkan mana yang disebut bupati dan wakil bupati, harus seiring. Kekompakan pasangan calon pada saat memenangkan pertarungan harus tercermin dan terjaga setelah mereka menjadi bupati dan wakil bupati sampai akhir masa jabatan. Kalau tidak kompak, ini akan mengganggu kepercayaan rakyat juga,” sindirnya. (gio/muh)
Sumber: